Sabtu, 02 Mei 2009
VOICE IN LOVE THE HEART
Take a sad song and make it better
Remember to let her into your heart
Then you can start to make it better
(Hey Jude-The Beatles, 1968)
MUSITIONISTS OF COMUNITYS
ALL ABOUT MUSICAL IN STORYS WALKERS
IN BESIDE INDONESIAN COUNTRYS
MUSITIONISTS OF COMUNITYS
Sejarah musik selalu diwarnai oleh terobosan-terobosan baru, pada setiap jamannya. Terobosan-terobosan ini senantiasa berporos pada prinsip menghadirkan tawaran alternative/tandingan (musik dan budaya baru), terhadap budaya mainstream di setiap masanya. Awal tahun 60an, Elvis Preasley berhasil menggemparkan dunia musik. Elvis sukses merubah paradigma bermusik di Amerika dengan musik rock ‘ rollnya (adaptasi musik blues dan jazz kulit hitam). Pada jaman itu juga, lorong-lorong bawah tanah stasiun kereta (subway) disulap menjadi panggung-panggung pertunjukan oleh para seniman-seniman di Paris, Perancis. (Ady Gembel, Underground Kita Berbeda, Apokalip Web Zine). Para seniman itu mencoba mendekatkan diri langsung dengan massa, menentang pola berkesenian elitis ala seniman mainstream. Bahkan puisi, teater, musik dan produk kesenian lainnya pada massa itu, sarat dengan nuansa kritis. Karena tempat pertunjukannya yang berada di bawah tanah, lahirlah istilah underground.
Perubahan di atas, harus dilihat selaras dengan fenomena sosial yang sedang terjadi. Tahun 50 sampai 60an, adalah masa pemulihan paska perang dunia II dan masa awal perang dingin. Krisis ekonomi menghinggapi hampir semua negara di dunia. Pengiritan sektor industri, menjadikan kelas-kelas pekerja makin jauh dari taraf kesejahteraan. Mendapatkan hiburan seperti opera dan pertunjukan musik klasik, adalah sebuah hal yang mustahil bagi kelas pekerja. Mau tak mau, mereka harus menciptakan alternatif-alternatif hiburannya sendiri. Fenomena underground di Paris, musik alternatif di Amerika (blues, jazz dan rock ‘n roll) serta skin head di Inggris, harus dilihat sebagai bentuk-bentuk alternatif dalam bermusik di jaman itu.
Selanjutnya dunia masuk dalam masa perang dingin. Pertarungan dua ideologi yang bertolak belakang, menyeret masyarakat dunia dalam perang dingin penuh intrik, persaingan dan konflik. Kejenuhan akan korelasi antara perang dingin dan kehidupan keseharian, melahirkan semangat Do It Yourself (DIY). Semangat DIY menjadi semboyan utama Flower Generation, sebutan buat generasi di pertengahan 60an sampai 70an. Semangat DIY ini juga diadaptasi dalam dunia musik. Semangat untuk membuat gaya sendiri, label sendiri dan musik sendiri, benar-benar tumbuh di jaman itu. Wajar jika banyak musik-musik alternatif yang ada hari ini, lahir dan berkembang pada era 70an. Sebut saja beberapa genre besar seperti Punk, Rock ‘n Roll, rock, metal, ska, reggae dll
Kelompok-kelompok musik yang berkembang di Indonesia antara lain :
1) OI (Orang Indonesia)
Iwan Fals kini berusia 43 tahum, Iwan memang sudah tua, untuk ukuran panggung hiburan yang semuanya harus serba kinclong mengkilap. Usianya sudah lewat setengah abad. Rambutnya pun sudah diwarnai uban, meskipun wajahnya tetap ganteng J . Tapi, jangan tanya, kualitas seorang Iwan sangat susah ditandingi penyanyi mana pun di negeri ini. He really is an Asian Hero, seperti kata Time.
Bukan sekadar soal suara yang memang mantap, Bung Iwan memiliki kharisma kuat. Dia mampu menyihir, commanding, pendengarnya. Tak heranlah jika ratusan Oi yang hadir di pentas malam itu seolah memasuki fase ekstase. Mereka bernyanyi, mengepalkan tangan, berteriak ekspresif mengikuti Iwan Fals.
Ada yang spesial dalam konser malam itu. Iwan sama sekali tidak menghadirkan lagu-lagu cinta. Lupakan dulu ”Buku ini Aku Pinjam” atau ”Antara Aku, Kau, dan Pacarmu”.
Suguhan malam itu adalah nomor-nomor kuat di masa Kantata Takwa masih berjaya. Alunan keyboard Yockie Suryoprayogo benar-benar melodius dan powerful. Lalu, ada WS Rendra yang sesekali membacakan puisi penghantar lagu. Kru yang lain, sayang saya tak tahu nama-nama mereka, menghadirkan performance yang teatrikal. Sungguh sebuah konser yang bernas.
Bagian yang membuat saya sungguh terkesan adalah saat kamera menyorot ekspresi para Oi. Mereka begitu larut dalam musik. Mereka hafal kata demi kata seluruh lagu yang dinyanyikan Iwan. Lagu ”Kesaksian”, umpamanya, seperti memiliki ruh dengan adanya ekspresi di wajah-wajah Oi yang keras berkeringat.
”Kesaksian” malam itu tak hanya sekadar lagu. Iwan dan ratusan Oi telah melengkapi seluruh spirit ”Kesaksian” yang liriknya ditulis Rendra.
jerit makhluk terluka
luka, luka….
hidupnya
luka
orang memanah rembulan
burung sirna sarangnya
sirna, sirna
hidup redup
alam semesta
luka
banyak orang
hilang nafkahnya
aku bernyanyi
menjadi saksi
dirampas haknya
aku bernyanyi
menjadi saksi
****
Puncak dari konser malam itu adalah ketika seluruh alat musik berhenti, para musisi pengiring mundur ke belakang panggung. Tinggal Iwan sendirian. Harmonika dia tiup, hening, lalu dia menyanyikan lagu ”Bangunlah Putra-Putri Pertiwi”. Maka, terciptalah sebuah koor yang membikin merinding. Tanpa perlu satu pun instrumen musik. Sebuah koor yang menggedor hati siapa pun yang masih punya kebanggaan pada negeri ini.
”Terbanglah garudaku
singkirkan kutu-kutu di sayapmu
Berkibarlah benderaku
singkirkan benalu di tiangmu
Hei jangan ragu dan jangan malu
tunjukkan pada dunia
bahwa sebenarnya kita mampu…”
OI (Orang Indonesia) merupakan Fans club terbesar di Indonesia, para kaum-kaum pinggiran, gank-gank kota, kolong-kolong jembatan di kaki-kaki lima. golongan bawah, golongan menenengah maupun golongan atas tahu akan kebesaran Oi & Iwan Fals, lagu dan liriknya sangat menyentuh dan merakyat. bahkan dijadikan simbol perlawanan. meski lagunya banyak yang bertema kritik sosial namun iwan masih juga menciptakan lagu bertema cinta. OI sudah menyebar di pelosok negeri, mungkin sampai ke desa-desa terpecil sekalipun poster2nya banyak dijumpai.
Lewat lagu-lagunya, ia 'memotret' suasana sosial kehidupan Indonesia (terutama Jakarta) di akhir tahun 1970-an hingga sekarang. Kritik atas perilaku sekelompok orang (seperti Wakil Rakyat, Tante Lisa), empati bagi kelompok marginal (misalnya Siang Seberang Istana, Lonteku), atau bencana besar yang melanda Indonesia (atau kadang-kadang di luar Indonesia, seperti Ethiopia) mendominasi tema lagu-lagu yang dibawakannya. Iwan Fals tidak hanya menyanyikan lagu ciptaannya tetapi juga sejumlah pencipta lain.
Kharisma seorang Iwan Fals sangat besar. Dia sangat dipuja oleh kaum 'akar rumput'. Kesederhanaannya menjadi panutan para penggemarnya yang tersebar diseluruh nusantara. Para penggemar fanatik Iwan Fals bahkan mendirikan sebuah yayasan pada tanggal 16 Agustus 1999 yang disebut Yayasan Orang Indonesia atau biasa dikenal dengan seruan Oi. Yayasan ini mewadahi aktivitas para penggemar Iwan Fals. Hingga sekarang kantor cabang OI dapat ditemui setiap penjuru nusantara dan beberapa bahkan sampai ke manca negara.
Selama Orde Baru, banyak jadwal acara konser Iwan yang dilarang dan dibatalkan oleh aparat pemerintah, karena lirik-lirik lagunya dianggap dapat memancing kerusuhan. Pada awal karirnya, Iwan Fals banyak membuat lagu yang bertema kritikan pada pemerintah. Beberapa lagu itu bahkan bisa dikategorikan terlalu keras pada masanya, sehingga perusahaan rekaman yang memayungi Iwan Fals enggan atau lebih tepatnya tidak berani memasukkan lagu-lagu tersebut dalam album untuk dijual bebas. Belakangan Iwan Fals juga mengakui kalau pada saat itu dia sendiri juga tidak tertarik untuk memasukkan lagu-lagu ini ke dalam album.[rujukan?]
Rekaman lagu-lagu yang tidak dipasarkan tersebut kemudian sempat diputar di sebuah stasiun radio yang sekarang sudah tidak mengudara lagi. Iwan Fals juga pernah menyanyikan lagu-lagu tersebut dalam beberapa konser musik, yang mengakibatkan dia berulang kali harus berurusan dengan pihak keamanan dengan alasan lirik lagu yang dinyanyikan dapat mengganggu stabilitas negara.[rujukan?] Beberapa konser musiknya pada tahun 80-an juga sempat disabotase dengan cara memadamkan aliran listrik dan pernah juga dibubarkan secara paksa hanya karena Iwan Fals membawakan lirik lagu yang menyindir penguasa saat itu.
Pada bulan April tahun 1984 Iwan Fals harus berurusan dengan aparat keamanan dan sempat ditahan dan diinterogasi selama 2 minggu gara-gara menyanyikan lirik lagu Demokrasi Nasi dan Pola Sederhana juga Mbak Tini pada sebuah konser di Pekanbaru. Sejak kejadian itu, Iwan Fals dan keluarganya sering mendapatkan teror.[rujukan?] Hanya segelintir fans fanatik Iwan Fals yang masih menyimpan rekaman lagu-lagu ini, dan sekarang menjadi koleksi yang sangat berharga.
Saat bergabung dengan kelompok SWAMI dan merilis album bertajuk SWAMI pada 1989, nama Iwan semakin meroket dengan mencetak hits Bento dan Bongkar yang sangat fenomenal. Perjalanan karir Iwan Fals terus menanjak ketika dia bergabung dengan Kantata Takwa pada 1990 yang didukung penuh oleh pengusaha Setiawan Djodi. Konser-konser Kantata Takwa saat itu sampai sekarang dianggap sebagai konser musik yang terbesar dan termegah sepanjang sejarah musik Indonesia.
Setelah kontrak dengan SWAMI yang menghasilkan dua album (SWAMI dan SWAMI II) berakhir, dan disela Kantata (yang menghasilkan Kantata Takwa dan Kantata Samsara), Iwan Fals masih meluncurkan album-album solo maupun bersama kelompok seperti album Dalbo yang dikerjakan bersama sebagian mantan personil SWAMI.
2) SLANKER (Fans Slank)
SLANK. Menyebut nama band ini sama artinya dengan menyebut 'kekuatan' lirik sebagai satu fatwa pujangga. Apa yang mereka tuangkan dalam lagu, menjadi satu fatwa yang banyak diikuti dan dituruti oleh Slanker-nya, ketimbang kotbah-kotbah rohaniwan yang banyak memberi penghakiman.
SLANK berhasil membentuk satu fanatisme, satu kekuatan dan satu pergerakan, lewat musik. Ini menarik. Tapi apa yang sudah diraih oleh Bimbim [drum], Kaka [vokal], Ridho [gitar], Abdee Negara [gitar] dan Ivanka [bass], tidak didapat dalam sekejab. Mereka menggarap base-community lebih dari 20 tahun. Satu rentang waktu yang tidak sebentar untuk eksistensi satu band di Indonesia.
Sekadar menoleh sebentar ke belakang, Cikal bakal lahirnya Slank adalah sebuah grup bernama Cikini Stones Complex (CSC) bentukan Bimo Setiawan Sidharta (Bimbim) pada awal tahun 80-an. Band ini hanya memainkan lagu-lagu Rolling Stones dan tak mau memainkan lagu dari band lain, alhasil mereka akhirnya jenuh dan menjelang akhir tahun 1983 grup ini dibubarkan.
Bimbim meneruskan semangat bermusik mereka dengan kedua saudaranya Denny dan Erwan membentuk Red Evil yang kemudian berganti nama jadi Slank, sebuah nama yang diambil begitu saja dari cemoohan orang yang sering menyebut mereka cowok selengean dengan personel tambahan Bongky (gitar) dan Kiki (gitar). Kediaman Bimbim di Jl. Potlot 14 jadi markas besar mereka.
Mereka sempat tampil di beberapa pentas dengan membawakan lagu-lagu sendiri sebelum Erwan memutuskan mundur karena merasa tidak punya harapan di Slank. Dengan perjuangan panjang terbentuklah formasi ke-13, Bimbim, Kaka, Bongky, Pay dan Indra, Slank baru solid.
Dengan formasi Bimbim (Drum), Bongky (Bass), Pay (Gitar), Kaka (Vokal) dan Indra (Keyboard) mereka mulai membuat demo untuk ditawarkan ke perusahaan rekaman.
Setelah berulang kali ditolak, akhirnya tahun 1990 demonya diterima dan mulai rekaman debut album Suit-Suit... He He He (Gadis Sexy). Album yang menampilkan hit Memang dan Maafkan itu meledak dipasaran sehingga mereka pun diganjar BASF Award untuk kategori pendatang baru terbaik. Album kedua mereka, Kampungan pun meraih sukses yang sama.
SLANK juga mengalami masa-masa “disolasi” [kegelapan] ketika personilmya terpuruk menjadi 'budak' narkoba. Mungkin kalau sampai sekarang masih terjebak disana, mereka sudah mati dan hanya menjadi sejarah saja. Tapi ternyata mereka tak mau hanya jadi sejarah, tapi terus menciptakan sejarah dalam pentas musik Indonesia.
Seorang penulis pernah mengatakan, hanya dengan ketekunan latihan seseorang bisa menemukan keseimbangan. Meski bermakna religi, ungkapan tersebut bisa menjadi gambaran bagaimana SLANK berlatih terus menerus untuk menemukan keseimbangan. Dan itu mereka dapatkan ketika akhirnya memutuskan meninggalkan barang laknat bernama narkoba itu.
SLANK Adalah PERGERAKAN
Siapa yang membantah? Ketika SLANK “menghujat” para koruptor [yang kemudian tersinggung dengan bodohnya], hampir semua umatnya di seluruh Indonesia menyatakan diri siap berdiri di belakangnya. Ibaratnya, ketika orang “menyenggol” band ini dengan sebuah ancaman, entah psikis, atau emosional, semua akan menjadi benteng untuk berhadapan dengan gempuran itu. Dan itulah SLANK. Mereka sudah membentuk satu gerakan massa lewat musik. So far, mereka tetap berada para jalur yang semestinya. Slanker dan SLANK tetap menjaga komitmen mencintai bangsa ini dengan caranya sendiri.
SLANK juga jadi contoh bagaimana mereka “menyetir” industri, bukan industri yang “menyetir” mereka. Album-albumnya diedarkan lewat label yang mereka bentuk sendiri. Kekuatannya adalah mereka punya harga tawar yang maksimal tentang apa saja soal albumnya.
Sayangnya, label ini “hanya kuat” untuk album SLANK saja. Ketika mencoba mengorbitkan musisi baru, ternyata mereka terengah-engah, kalau tidak ingin disebut gagal total. Dengan kata lain, pergerakan SLANK ternyata memang harus untuk SLANK, bukan untuk yang lain. Apakah ini jadi kelemahan band ini? Tampaknya betul. Mereka nyaris “selalu” gagal menjadi pengorbit band-band atau musisi baru. Meski labelnya adalah produser perorangan.
SLANK [BENAR-BENAR] GO INTERNATIONAL?
Meretas trayek international setelah menembus usia karir 25 tahun, tentu bisa dilihat dair banyak sudut. Ada yang merasa, SLANK sebenarnya terlembat untuk melakukan hal yang harusnya sudah dicapainya beberapa tahun silam. Tapi banyak pula yang menilai, SLANK mempersiapkan “amunis” yang cukup kuat sebelum benar-benar siap ke pentas dunia. Yah, daripada koar-koar nggak jelas dan nggak nyampe-nyampe juga, mendingan pelan tapi pasti dan melangkah terus. Begitu mungkin pikir anak-anak SLANK.
Langkah yang diambil memang tidak main-main. Mereka menggaet Blues Saraceno. Doi adalah gitaris, komposer sekaligus produser yang punya 3 album solo "Never Look Back"(1989), "Plaid" (1992)dan "Hairpick" (1994). Dia juga pernah menggantikan gitaris Ritchie Kotzen di grup Poison. Saraceno juga banyak mengisi lead gitar pada berbagai album rock dan pop seperti Taylor Dayne, Cher, Lindsay Price, Scott Caan, Anthony Michael Hall, Randy Coven, Dweezil Zappa, Ziggy Marley, Melissa Etheridge dan banyak lagi.
Dari proses rekaman yang ditayangkan di salah satu televisi, termasuk ngobrol dengan personil SLANK, The Chords bisa merasakan bagaimana band yang dianggap 'supergroup' di Indonesia ini rela dipermak dan menjadi “tidak siapa-siapa” lagi ketika di Amerika Serikat. SLANK harus belajar lagi dengan ketukan, nada, vokal dan aransemen serta proses recording yang tidak bisa seenan udelnya sendiri. Semua terjadual.
Untungnya, SLANK “mau” dan melakukan proses itu [tampaknya] dengan senang hati. Sebelumnya langkah internasional itu sudah mereka lakukan dengan merekam beberapa lagu dengan bahasa Jepang, bareng band blues asal Jepang The Big Hip.
Album rilisan Amerika diberi judul 'Anthem For The Broken Heart' [Orkes Sakit Hati]. Kata Abdee, “Debut album Internasional ini pembuktian Slank sebagai musisi Indonesia yang bisa menembus pasar Amerika dan Eropa. Pasalnya, selama ini hanya musisi Eropa yang datang ke Indonesia. Sementara mereka, mengenal Indonesia hanya sebagai negara teroris. Kami datang untuk bermain musik. Bukan menjadi teror.” SLANK menyebutnya dengan 'Diplomasi Rock n Roll a la Slank'
Sayangnya, album yang berisi lagu berbahasa Inggris ini tidak diedarkan di Indonesia. Alasannya, karena hitungannya internasional, jadi sementara diedarkan di pasar Amerika. Alasan yang 'tidak masuk akal' sebenarnya. Karena bagaimanapun, Slanker di Indonesia berhak tahu dan ingin tahu seperti apa album yang digarap dengan 'sangat serius' di Amerika itu. Meski versi “nakalnya” sudah bisa dicari dan diunduh di internet.
Lagu-lagunya memang diambil dari kantong album yang sudah beredar dan kemudia diterjemahkan dalam bahasa Inggris. Seperti misalnya 'I Miss U But I Hate U' atau 'Devil In U' dan '2 Sweet 2 Forget'
Kalau diperhatikan, SLANKER sebenarnya juga bisa “menyayangkan” langkah SLANK ke Amerika Serikat ini. Meski penulis percaya, yang mendukung pasti jauh lebih “mengerikan” supportnya. Penulis sih tidak kagum-kagum amat dengan langkah SLANK Ini. Malah sebenarnya mereka mengalami kemunduran musikal, dibanding era SLANK yang peduli dan menyenangka dengan ornamen tradisionalnya.
Bukan tak setuju. SLANK kemudian terdengar 'American Style' ketimbang 'Indonesia Stye'. Padahal, untuk menembus pasar Internasional ciri budaya itu penting bukan?
SLANK pernah memasukkan instrumen kecapi di beberapa lagunya, mereka juga sempat memainkan gitar bernada seperti nuansa Kalimantan, dan juga menyanyikian lagu 'Gundul-Gundul Pacul' meski di aransemen ulang. Katanya musik adalah bahasa yang universal?
SLANK Tak Bisa Dikritisi?
Sayangnya, SLANK sendiri makin lama makin kehilangan “rohnya.” Banyak fans yang berbalik mengkultuskan SLANK. Originalitas SLANK kian tergerus menjadi makna ekonomi yang kemudian berhitung untung rugi.
SLANK seolah berlomba menjadi band yang terbesar, dibanding band-band lain. Ironis sebenarnya, lantaran kelahiran band ini justru muncul dari sebuah kesederhanaan dan sikap perlawanan yang kental. Paradoksal yang keterlaluan.
Kederhanaan SLANK makin lama makin terkena erosi makna. Bahwa kelahiran bisa berkarya lebih dari 20 tahun harus disyukuri, itu betul. Tapi ketika kemudian SLANK menjadi “bergenit-genit” dengan bujet-bujet angka yang luarbiasa, itu yang perlu dikritisi. SLANK mulai menjadi “nabi” yang kedodoran dengan “sabdanya”. Album-album band yang pernah terpuruk karena narkoba ini sudah menjadi “kunyahan” rutin Slankers. Kalau memang enak, telan. Kalau tidak enak, muntahkan.
SLANK memang makin sulit disentuh. Dalam sudut pandang yang lebih luas, SLANK seharusnya bisa menjadi pendobrak batas linier antara “kami” dengan “mereka”, antara “fansku” dan “fans mereka”, atau antara Slankers “loyal” dengan Slankers “modal kartu anggota”. Alangkah indahnya, ketika SLANK bisa menjadi basis sosial yang bisa dinikmati dan melibatkan semua orang dari banyak perbedaan, tanpa kekerasan.
Janganlah setiap album baru SLANK hanya menjadi saluran pelepasan, setelah asik tenggelam dalam “tempurung” konser dan show dimana-mana. Inilah saatnya mengembalikan orisinalitas SLANK. Saat yang tepat untuk mengembalikan SLANK sebagai satu band yang memberi spirit keinsafan [boleh disebut pertobatan] batin yang tidak dipaksakan, lewat lirik-liriknya. Slanker dan Non-slankers tidak ditakuti dengan atribut angker, tapi benar-benar menjadi “mata air” dari spirit SLANK yang tidak pernah direduksi maknanya. Kalau ternyata masih sekedar hura-hura album demi album saja, sebenarnya kita makin mendangkalkan orisinilitas karya-karya SLANK.
SLANK memang tak slengean lagi. Mereka kini sudah menjadi sosok yang mapan dan berada secara ekonomi. Kalau tak ingin menjadi menjadi “monumen” yang tidak bisa disentuh, SLANK harus memelihara spirit kesederhaan, perlawanan, dan cinta yang apa adanya. Kalau kemudian mereka “bergincu” dan “bergenit-genit” dengan lirik dan musik yang makin “pasaran”, sejatinya SLANK kedodoran menjaga identitasnya. Mau atau tidak, slankerslah yang harus menjadi “garda” terdepan mengembalikan SLANK ke akarnya.
Dalam bahasa seorang kawan [bukan] SLANKERS membabibuta, industri adalah kata kuncinya. Layaknya sebuah pabrik, SLANK nyaris kehabisan bahan baku. Setiap era memiliki ikonnya sendiri dan agaknya SLANK harus siap menerima realitas bahwa mereka bukan lagi idola di era kekinian. SLANK adalah simbol perlawanan era 1990-an.
Jadi, mereka harus lebih selektif lagi memilih repertoar dalam albumnya agar tidak terkesan masturbatif. “Bayangkan, mereka bisa merilis dua album dalam setahun. Adakah hits yang fenomenal dari kedua album itu? “ tanya kawan itu.
SLANK Adalah KEMAPANAN
Film yang bercerita soal SLANK berjudul 'Generasi Biru' sudah beredar. Garapan Garin Nugroho ini ingin menyorot dari berbagai sudut dan karakter SLANK dan Slankers. Tentu saja dengan sudut pandang Garin yang biasa membuat film “mikir” sebelumnya. Memang, banyak gambaran soap spirit, kekuatan lirik dan kedahsyatan setiap sabda SLANK lewat lirik lagunya. Bahkan di Timor Leste yang notabene masih memendam “luka” dengan Indonesia, SLANK bisa menjadi atribut wajib anak mudanya.
Dalam film itu, SLANK memang masih bersuara nyaring dan lantang. Mereka juga masih menjadi ikon sebuah perlawanan lewat lagu. Melawan korupsi, melawan kekerasan negara, melawan kemiskinan. Melawan kemapanan. Tapi SLANK juga [sekarang] adalah simbol kemapanan.
Yap. SLANK adalah kemapanan. Mereka bukan 'the untouchable' yang semua kata-katanya harus dituruti. Tapi SLANK adalah bioritmik sebuah siklus. Dan kini siklus itu ada di tataran nyaman. Tapi, tetaplah berterimakasih pada SLANK, karena mereka berani bersuara ketika tekanan masih kuat. Dan tetap nyaring, ketika tekanan mulai melunak. SLANK memang kemapanan sekaligus gerakan perlawanan. [djoko.moernantyo].
3) BALADEWA (Dewa 19 Fans Club)
Ini mungkin berita basi bagi penggemar Dewa 19, tapi sejak Oktober lalu kelompok musik Indonesia itu meluncurkan single bertajuk “Cintaku Tertinggal di Malaysia” yang kabarnya dibuat khusus untuk tur mereka di Malaysia dan hanya bisa di unduh secara ekslusif oleh pelanggan penyedia jasa HP Celcom Malaysia.
Saya pertama tahu informasi ini dari blognya Paman Tyo Gombal dan penasaran untuk mengusutnya lebih jauh karena nada lagu tersebut dari awal sampai akhir memang mirip .. eh ralat persis dengan lagu Ruthless Queen yang dinyanyikan oleh kelompok progresif rock legendaris asal Belanda yang bernama Kayak (Om BR, Om Gatot, Om JSOP atau Paman Tyo sendiri pasti bisa cerita banyak soal group ini). Persis sama! Bedanya hanya di lirik saja yang berbahasa Indonesia.
Apakah musisi sekaliber Dhani Ahmad melakukan plagiarisme? Rasanya kelewatan kalau memang iya. Tapi ini cerita yang bisa saya dapat dari hasil ngubek-ngubek Google ditambah sedikit cerita tentang sekeping sejarah dunia musik kita yang ada kemiripan dengan ‘ulah’ Dhani itu. Begini…
Dhani ternyata tidak sebodoh perkiraan banyak orang. Paling tidak itu yang diceritakanmanajemen Republik Cinta kepada media di Malaysia. Lagu itu katanya sudah merupakan favorit Encik Dhani dan sengaja ia buat versi Bahasa Indonesianya sebagai tribute atau penghargaan kepada kelompok Kayak. Bahkan kabarnya nanti akan dimasukkan ke album Dewa berikutnya saking banyaknya peminat lagu itu.
Ooh.. begitu toh ceritanya. Maaf deh bos kalau saya sudah ikut menyangka sampeyan njiplak lagunya Kayak. Oya, berarti Dhani ini juga penggemar berat penyanyi soul asal Swedia, Stephen Simmonds dong ya? Bukankah lagu Jika Surga dan Neraka Tak Pernah Adayang dinyanyikan sama Chrisye (alm) itu juga nadanya persis dengan lagu Tears Never Drynya Simmonds? Pasti itu juga dibuat sebagai tribute buat Stephen Simmonds ya?
~~~
Sekeping Sejarah Musik Kita
Okelah, terlepas dari urusan tribute-tribute an, lagu Cintaku Tertinggal di Malaysiakabarnya juga dibuat untuk dibawakan dalam tour Dewa 19 di sejumlah tempat di Malaysia, dan kabarnya pula lagu itu cukup sukses diterima penggemar Dewa di negeri jiran kita itu.
Nah, meskipun kabarnya Dhani menciptakan lagu itu secara improptu dan hanya direkam dengan satu kali take saja, tapi rasanya ini jauh dari kebetulan. Di sebuah forum ada yang iseng bilang kalau Dhani memilih lagu Ruthless Queen sebagai bentuk ‘curhat’ atas kehidupan pribadinya hehe.. (Ruthless Queen=Ratu yang bengis? hahaha). Tapi saya tidak tertarik membahas urusan infotainment itu lebih jauh. Judul Cintaku Tertinggal di Malaysiajelas ada unsur jualannya dong. Tapi lebih dari itu, ‘ulah’ Dhani dengan membuat versi bahasa Indonesia dari lagu barat yang sudah terkenal itu bukan barang baru. Ia bahkan mengingatkan saya pada sekeping sejarah musik di Malaysia yang baru saya tahu setelah mulai bekerja di sebuah radio di Singapura..
Coba tanya orang Malaysia atau Melayu Singapura, kenalkah mereka dengan lagu Hatiku Luka atauKhayalan yang dinyanyikan oleh kelompok legendarisBlack Dog Bone? Besar kemungkinan mereka akan tahu, karena Black Dog Bone adalah kelompok musik paling legendaris di negeri jiran kita itu.
Kelompok musik asal Singapura itu bisa dibilang sebagai pendobrak dominasi musisi-musisi Indonesia yang sangat dikenal di Malaysia dan Singapura di tahun 70an seperti D’Lloyds, Panbers atauFavourite Group.
Awalnya mereka hanya band yang biasa tampil di klub-klub malam yang sangat dipengaruhi musik-musik ala Motown. Namun penampilan mereka ternyata menarik minat produser rekaman. Tapi berhubung mereka tidak punya banyak lagu ciptaan sendiri pada saat itu, akhirnya mereka menyanyikan cover version dari lagu-lagu yang tengah hits saat itu, dengan lirik yang sudah di melayu kan, dan ternyata mereka sangat disukai oleh pasar musik setempat yang kala itu masih di dominasi oleh musisi-musisi Indonesia.
Uniknya, konon tidak banyak anak-anak muda Malaysia dan Singapura zaman sekarang yang sadar bahwa lagu Black Dog Bone yang paling legendaris, yaitu Hatiku Luka dan Khayalan, adalah cover version dari lagu barat yang terkenal. Hatiku Luka adalah saduran dari laguKiss and Say Goodbye dari kelompok The Manhattans, sementara Khayalan adalah saduran dari lagu Fantasy milik kelompok Earth Wind and Fire.
Lantas salahkah tindakan Black Dog Bone serta Dhani Ahmad itu? Entahlah. Rasanya orang-orang hebat macam mereka itu sudah tahu yang namanya aturan hak cipta. Yang jelas, seperti lagu Khayalan dan Hatiku Luka yang laris manis dan kini dianggap sebagai lagu legendaris di Malaysia dan Singapura, lagu Cintaku Tertinggal di Malaysia nya Dewa rasa-rasanya bakal meledak saat nanti sudah dilepas ke pasaran yang lebih luas, termasuk di Indonesia. Coba nanti kita lihat apakah dugaan saya benar atau salah..
~~~
Oke, sampai disini kalau ada diantara anda yang sudah mau mengaitkan cerita saya ini dengan kasus Rasa Sayange dan kasus lain terkait negeri jiran kita itu, perlu saya jelaskan bahwa dari awal saya tidak berminat mengarahkannya ke situ. Lagu barunya Dewa 19 itu hanya mengingatkan saya pada sejarah musik masa lalu dan tulisan ini memang hanya soal sejarah thok.
Sekedar catatan, Malaysia (dan Singapura) memang punya sekeping sejarah dimana lagu mereka yang menjadi legendaris itu adalah hasil saduran dari musik negara lain. Tapi jangan lupa bahwa kita pun punya sejarah sama. Dhani Ahmad adalah contoh paling aktual. Generasi 80 an mungkin juga pernah tahu bahwa Chrisye (alm) pernah menyadur lagunyaSheena Easton - Morning Train, menjadi lagu Jumpa Pertama. Atau generasi yang lebih ke belakang (untuk tidak mengatakan tua hehe) mungkin pernah dengar lagu Diantara Hatimu dan Hatiku yang dipopulerkan oleh Om Muchsin dan Tante Titik Sandhora yang tidak lain adalah lagunya Merle Haggard berjudul Somewhere Between. Bahkan masih segar di ingatan saya bagaimana ibu saya dulu sering sekali menyanyikan lagu yang sering diputar di radio jaman dulu. Liriknya kurang lebih begini:
Kasih, dimanakah
Mengapa kau tinggalkan aku
Ingatlah-ingatlah kau padaku
Janji setiamu tak kan kulupa
Bertahun-tahun kemudian, suatu hari saat mendengarkan radio ABC Australia di gelombang SW, saya terkejut ketika mendengar kembali lagu ini dinyanyikan, cuma dengan lirik bahasa Inggris:
Hey Jude, don’t make it bad
Take a sad song and make it better
Remember to let her into your heart
Then you can start to make it better
(Hey Jude-The Beatles, 1968)
4) SONETA (Rhoma Irama)
Adalah Rhoma Irama yang lebih dari tiga dasawarsa berjuang mengubah image “dangdut” yang dianggap rendah menjadi musik yang “terhormat”. Lewat syair lagu yang berjudulDangdut, Rhoma seolah mengisahkan sejenis musik dengan irama Melayu yang sungguh “sedap sekali”.
Awalnya, Rhoma adalah penyanyi pop. Ia lalu “banting setir” menjadi pemusik dangdut. Alasan kepindahannya pun berbau "idealis". Di mata Rhoma, dangdut adalah milik orang-orang marjinal. Mereka mendapat perlakuan diskriminatif dari kelompok masyarakat kelas atas. “Dulu dangdut hanya berhak main di tempat becek, atau tempat para fuqara wal masakin. Itulah yang membuat saya terpanggil memperjuangkan musik ini," katanya dulu saat diwawancara oleh sebuah media.
Tak hanya urusan lirik, Rhoma juga melakukan pengayaan musikal dengan memasukkan unsur-unsur rock, bahkan heavy metal. Bahkan ia juga memasukkan alat musik saksofon, gitar listrik, serta backing vocal. Dari segi performance pun, dangdut yang biasanya dibawakan sambil duduk telah dirombak oleh Rhoma menjadi berdiri dan atraktif.
Lebih dari itu, bahkan Rhoma "mengislamkan" dangdut. Ia menegaskan bahwa orkes Melayu Soneta-nya adalah sound of moslem. Revolusi yang dibawa Rhoma itu ternyata tak hanya mengubah wajah dangdut, tapi juga memperluas publiknya hingga ke generasi-generasi muda yang awalnya menyukai musik rock.
Revolusi yang diusung oleh Rhoma terhadap dangdut telah menjadikan jenis musik ini jauh lebih kosmopolit daripada yang diduga. Dangdut tak pernah memilih proteksi dan kejumudan. Menghadapi aliran musik lain, dangdut tak sibuk melindungi diri. Ia bergerak merangkul lawan-lawannya. Kelenturan dangdut dalam mengadaptasi berbagai elemen musik lain itulah yang menjadi daya tarik serta keunikan jenis musik ini.
5) ROCK FANS CLUB
Sejarah Musik Rock Indonesia
Bonny
Tapi sebelum tahun 1970-an, sebenarnya sudah ada sebuah bandbernama The Rollies, yakni grup band beraliran jazz rock yang dibentuk di Bandung dan menjadi kebanggaan Kota Kembang pada tahun 1967, bahkan sempat populer hingga awal 1980-an. Para personelnya terdiri dari Bangun Sugito (vokal), Uce F. Tekol (bas), Jimmy Manoppo (drum), Benny Likumahuwa (trombon), Delly Joko Arifin (keyboards/vokal), Bonny Nurdaya (gitar), dan Teungku Zulian Iskandar (saksofon).
The Rollies adalah kelompok rock tertua Indonesia dan termasuk grup yang paling sering mengalami bongkar pasang pemain. Dalam perjalanannya, grup yang telah merintis ke dunia rekaman pada tahun 1967 ini sempat menjadi grup papan atas yang disegani penonton Bandung, Jakarta, Medan, dan Malang. Banyak yang menganggap The Rollies sebagai peletak dasar band rock Indonesia yang telah memberikan kontribusi bagi musik Indonesia masa kini.
Giant Step
Nama Giant Step memang tidak sefenomenal dan melegenda seperti halnya The Rollies atau God Bless. Meski demikian, grup era 1970-an asal Kota Bandung ini bisa dikatakan sebagai satu-satunya band rock Indonesia pada masa itu yang paling tidak suka membawakan lagu-lagu orang lain atau grup lain.
Dengan kata lain, Giant Step merupakan band rock yang berani "melawan arus" pada masa itu. Ketika band-band rock pribumi lain gemar membawakan lagu-lagu karya The Beatles, Rolling Stones, Led Zeppelin, Deep Purple, Black Sabbath, atau Grand Funk Railroad, Giant Step justru lebih bangga membawakan lagu-lagu karya mereka sendiri.
Mereka juga termasuk band rock yang lumayan produktif. Setidaknya ada tujuh album yang dihasilkan dalam kurun waktu 1975-1985. Tentu bukan hanya itu, Giant Step pun termasuk dari sedikit band rock pribumi yang berkiblat pada jenis musik progresif yang pada masa itu lebih sering disebut sebagai art rock, seperti yang diusung grup-grup Inggris macam King Crimson, Jethro Tull, Pink Floyd, Gentle Giant, Yes, Genesis, dan ELP (Emerson, Lake, and Palmer). Benny Soebardja dan Albert Warnerin adalah dua orang yang membidani kelahiran Giant Step pada awal 1970-an di Bandung, kota yang sering dijuluki sebagai gudangnya para seniman musik yang kreatif.
Di antara beberapa band rock yang hadir di masa itu, seperti Giant Step dan The Rollies, God Bless bisa dibilang hampir tak tertandingi. Kendati kerap mengusung repertoar asing milik Deep Purple, ELP hingga Genesis, namun aksi panggung serta skill masing-masing personelnya boleh dibilang di atas rata-rata. Tapi karena terlalu sering menyanyikan lagu asing, gaya musik para personel God Bless sedikit banyak terpengaruh. Hal tersebut tergambar jelas dalam garapan musik album perdana mereka, “Huma di Atas Bukit”, yang cukup banyak terpengaruh sound Genesis.
Selain tidak memiliki gaya bermusik yang solid, keanggotaan God Bless juga bisa dibilang kurang solid. Sebab, dalam perjalanannya grup ini terhitung sangat sering gonta-ganti personel. Dari grup ini, nama Ian Antono mulai menarik perhatian dan menjadi gitaris pertama yang berkibar di jalur rock Indonesia.
Grup-Grup Lain
Sebenarnya cukup banyak grup band rock Indonesia yang eksis di tahun 1970-an. Tapi, lagu-lagu yang dimainkan di era itu kebanyakan bukanlah lagu karya mereka sendiri, melainkan milik band-band luar negeri, misalnya lagu milik Deep Purple, Jefferson Airplane, Black Sabbath, Genesis, Led Zeppelin, Kansas, Rolling Stones hingga ELP. Tradisi yang kontraproduktif itu kemudian melahirkan beberapa band Indonesia yang namanya sempat mengharum di pentas nasional. Sebut saja misalnya El Pamas, Grass Rock (Malang), Power Metal (Surabaya), Adi Metal Rock (Solo), Val Halla (Medan) hingga Roxx (Jakarta).
Lalu, sejak awal tahun 1980-an, musik rock agak sedikit “terlupakan” lantaran booming-nya musik thrash metal di kalangan anak-anak muda, bahkan di seluruh dunia. Sejak saat itu, mulailah bermunculan warna-warna baru dalam musik rock dengan sound yang lebih garang, speed menonjol, lengkingan vokal yang tinggi, dan distorsi gitar yang lebih tebal, seiring dengan majunya perangkat efek gitar dan teknologi sound system-nya.
Pada Era 1980-an hingga 1990-an akhirnya muncul mazhab-mazhab musik heavy metal, hard rock, dan speed metal. Penampilan-penampilan musisi pada era ini tergolong "gila". Bahkan para fans-nya juga membuat geng-geng guna mendukung grup band-nya masing-masing, dan ini menjadi cikal bakal seringnya tawuran di saat live music. Pada era ini pula mulai ada fans yang melakukan head banger alias mengibaskan rambut yang gondrong atau menggoyang-goyang kepala sambil mengikuti beat lagu, disertai salam metal tiga jari (yang kemudian salam ini dipakai oleh salah satu partai di Indonesia).
Meski band-band rock di tahun 1980-an sedikit terlindas oleh roda musik heavy metal, tidak demikian halnya dengan musisi rock solo. Sebab, pada tahun 1985, muncul nama Nicky Astria dengan albumnya, “Jarum Neraka”, yang digarap bersama Ian Antono. Album itu ternyata laris di pasaran hingga terjual di atas 250 ribu kaset. Album “Jarum Neraka” itu disebut-sebut sebagai album rock Indonesia pertama yang mampu menyaingi album lagu pop dalam mendobrak angka penjualannya. BASF Awards menganugerahi album ini sebagai album rock terlaris di tahun yang sama.
Saat itu, stasiun radio yang rutin mengudarakan musik- musik rock atau metal adalah Radio Bahama, Radio Metro Jaya, dan Radio SK. Dari beberapa radio tersebut mungkin yang paling legendaris adalah Radio Mustang. Sebab, mereka punya program bernama “Rock N’ Rhythm” yang mengudara setiap Rabu malam dari pukul 19.00 – 21.00 WIB.
Pada era 1980-an pula para pencinta musik rockmencicipi masa-masa kejayaan di seluruh Indonesia. Tetapi kejayaan itu tidak bertahan lama lantaran parafans masing-masing band yang memiliki geng-geng-nya sendiri-sendiri mulai bersikap anarkis dan mau menang sendiri. Mereka ingin diakui sebagai geng yang terkuat, terbesar, dan anggotanya terbanyak. Sejak saat itu mulailah setiap pentas musik rock diwarnai dengan tawuran, kekacauan, bahkan sampai menimbulkan korban jiwa.
Musik Independen
Memasuki era 1990-an, muncul gerakan baru dalam industri musik Indonesia yang independen. Gerakan ini muncul karena begitu banyaknya artis dan grup yang tak berhasil menembus perusahaan rekaman besar atau major label. Gerakan independen ini muncul juga karena para pemusik tak rela kreativitasnya diutak-atik dan didikte oleh perusahaan-perusahaan rekaman yang besar.
Gerakan independen ini digagas oleh kelompok rock asal Bandung, PAS Band, yang bergerilya memasarkan album mereka sendiri. Ternyata, usaha PAS Band berbuah sukses.Gerakan independen ini pun tak hanya berhenti di situ, malah terus merambah ke mana-mana. Beberapa grup musik independen ini malah melakukan terobosan pasar secara internasional, seperti yang telah dilakukan oleh kelompok Tengkorak, Discus, dan Mocca.
Begitu riuh dan dinamis adegan musik Indonesia saat ini. Semakin yakinlah kita bahwa musik Indonesia masih tetap bernapas, masih tetap menggeliat walaupun didera pelbagai kendala.
JUMAT, 2009 MARET 06
ALIRAN-ALIRAN MUSIK & GAYA HIDUP
Punk merupakan sub-budaya yang lahir di London, Inggris. Pada awalnya, kelompok punk selalu dikacaukan oleh golongan skinhead. Namun, sejak tahun 1980-an, saat punk merajalela di Amerika, golongan punk dan skinhead seolah-olah menyatu, karena mempunyai semangat yang sama. Namun, Punk juga dapat berarti jenis musik atau genre yang lahir di awal tahun 1970-an. Punk juga bisa berarti ideologi hidup yang mencakup aspek sosial dan politik.
Gerakan anak muda yang diawali oleh anak-anak kelas pekerja ini dengan segera merambah Amerika yang mengalami masalah ekonomi dan keuangan yang dipicu oleh kemerosotan moral oleh para tokoh politik yang memicu tingkat pengangguran dan kriminalitas yang tinggi. Punk berusaha menyindir para penguasa dengan caranya sendiri, melalui lagu-lagu dengan musik dan lirik yang sederhana namun terkadang kasar, beat yang cepat dan menghentak.
Banyak yang menyalahartikan punk sebagai glue sniffer dan perusuh karena di Inggris pernah terjadi wabah penggunaan lem berbau tajam untuk mengganti bir yang tak terbeli oleh mereka. Banyak pula yang merusak citra punk karena banyak dari mereka yang berkeliaran di jalanan dan melakukan berbagai tindak kriminal.
Punk lebih terkenal dari hal fashion yang dikenakan dan tingkah laku yang mereka perlihatkan, seperti potongan rambut mohawk ala suku indian, atau dipotong ala feathercut dan diwarnai dengan warna-warna yang terang, sepatu boots, rantai dan spike, jaket kulit, celana jeans ketat dan baju yang lusuh, anti kemapanan, anti sosial, kaum perusuh dan kriminal dari kelas rendah, pemabuk berbahaya sehingga banyak yang mengira bahwa orang yang berpenampilan seperti itu sudah layak untuk disebut sebagai punker.
Punk juga merupakan sebuah gerakan perlawanan anak muda yang berlandaskan dari keyakinan we can do it ourselves. Penilaian punk dalam melihat suatu masalah dapat dilihat melalui lirik-lirik lagunya yang bercerita tentang masalah politik, lingkungan hidup, ekonomi, ideologi, sosial dan bahkan masalah agama.
Gaya hidup dan Ideologi
Psikolog brilian asal Rusia, Pavel Semenov, menyimpulkan bahwa manusia memuaskan kelaparannya akan pengetahuan dengan dua cara. Pertama, melakukan penelitian terhadap lingkungannya dan mengatur hasil penelitian tersebut secara rasional (sains). Kedua, mengatur ulang lingkungan terdekatnya dengan tujuan membuat sesuatu yang baru (seni).
Dengan definisi diatas, punk dapat dikategorikan sebagai bagian dari dunia kesenian. Gaya hidup dan pola pikir para pendahulu punk mirip dengan para pendahulu gerakan seni avant-garde, yaitu dandanan nyleneh, mengaburkan batas antara idealisme seni dan kenyataan hidup, memprovokasi audiens secara terang-terangan, menggunakan para penampil (performer) berkualitas rendah dan mereorganisasi (atau mendisorganisasi) secara drastis kemapanan gaya hidup. Para penganut awal kedua aliran tersebut juga meyakini satu hal, bahwa hebohnya penampilan (appearances) harus disertai dengan hebohnya pemikiran (ideas).
Punk selanjutnya berkembang sebagai buah kekecewaan musisi rock kelas bawah terhadap industri musik yang saat itu didominasi musisi rock mapan, seperti The Beatles, Rolling Stone, dan Elvis Presley. Musisi punk tidak memainkan nada-nada rock teknik tinggi atau lagu cinta yang menyayat hati. Sebaliknya, lagu-lagu punk lebih mirip teriakan protes demonstran terhadap kejamnya dunia. Lirik lagu-lagu punk menceritakan rasa frustrasi, kemarahan, dan kejenuhan berkompromi dengan hukum jalanan, pendidikan rendah, kerja kasar, pengangguran serta represi aparat, pemerintah dan figur penguasa terhadap rakyat.
Akibatnya punk dicap sebagai musik rock n’ roll aliran kiri, sehingga sering tidak mendapat kesempatan untuk tampil di acara televisi. Perusahaan-perusahaan rekaman pun enggan mengorbitkan mereka.
Gaya hidup ialah relatif tidak ada seorangpun memiliki gaya hidup sama dengan lainnya. Ideologi diambil dari kata "ideas" dan "logos" yang berarti buah pikiran murni dalam kehidupan. Gaya hidup dan ideologi berkembang sesuai dengan tempat, waktu dan situasi maka punk kalisari pada saat ini mulai mengembangkan proyek "jor-joran" yaitu manfaatkan media sebelum media memanfaatkan kita. Dengan kata lain punk berusaha membebaskan sesuatu yang membelenggu pada zamannya masing-masing.
Punk dan Anarkisme
Lihat juga Anarko-punk
Kegagalan Reaganomic dan kekalahan Amerika Serikat dalam Perang Vietnam di tahun 1980-an turut memanaskan suhu dunia punk pada saat itu. Band-band punk gelombang kedua (1980-1984), seperti Crass, Conflict, dan Discharge dari Inggris, The Ex dan BGK dari Belanda, MDC dan Dead Kennedys dari Amerika telah mengubah kaum punk menjadi pemendam jiwa pemberontak (rebellious thinkers) daripada sekadar pemuja rock n’ roll. Ideologi anarkisme yang pernah diusung oleh band-band punk gelombang pertama (1972-1978), antara lain Sex Pistols dan The Clash, dipandang sebagai satu-satunya pilihan bagi mereka yang sudah kehilangan kepercayaan terhadap otoritas negara, masyarakat, maupun industri musik.
Di Indonesia, istilah anarki, anarkis atau anarkisme digunakan oleh media massa untuk menyatakan suatu tindakan perusakan, perkelahian atau kekerasan massal. Padahal menurut para pencetusnya, yaitu William Godwin, Pierre-Joseph Proudhon, dan Mikhail Bakunin, anarkisme adalah sebuah ideologi yang menghendaki terbentuknya masyarakat tanpa negara, dengan asumsi bahwa negara adalah sebuah bentuk kediktatoran legal yang harus diakhiri.
Negara menetapkan pemberlakuan hukum dan peraturan yang sering kali bersifat pemaksaan, sehingga membatasi warga negara untuk memilih dan bertanggung jawab atas pilihannya sendiri. Kaum anarkis berkeyakinan bila dominasi negara atas rakyat terhapuskan, hak untuk memanfaatkan kekayaan alam dan sumber daya manusia akan berkembang dengan sendirinya. Rakyat mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri tanpa campur tangan negara.
Kaum punk memaknai anarkisme tidak hanya sebatas pengertian politik semata. Dalam keseharian hidup, anarkisme berarti tanpa aturan pengekang, baik dari masyarakat maupun perusahaan rekaman, karena mereka bisa menciptakan sendiri aturan hidup dan perusahaan rekaman sesuai keinginan mereka. Punk etika semacam inilah yang lazim disebut DIY (do it yourself/lakukan sendiri).
Keterlibatan kaum punk dalam ideologi anarkisme ini akhirnya memberikan warna baru dalam ideologi anarkisme itu sendiri, karena punk memiliki ke-khasan tersendiri dalam gerakannya. Gerakan punk yang mengusung anarkisme sebagai ideologi lazim disebut dengan gerakan Anarko-punk.
Punk di Indonesia
Berbekal etika DIY, beberapa komunitas punk di kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Malang merintis usaha rekaman dan distribusi terbatas. Mereka membuat label rekaman sendiri untuk menaungi band-band sealiran sekaligus mendistribusikannya ke pasaran. Kemudian usaha ini berkembang menjadi semacam toko kecil yang lazim disebut distro.
CD dan kaset tidak lagi menjadi satu-satunya barang dagangan. Mereka juga memproduksi dan mendistribusikan t-shirt, aksesori, buku dan majalah, poster, serta jasa tindik (piercing) dan tatoo. Seluruh produk dijual terbatas dan dengan harga yang amat terjangkau. Dalam kerangka filosofi punk, distro adalah implementasi perlawanan terhadap perilaku konsumtif anak muda pemuja Levi’s, Adidas, Nike, Calvin Klein, dan barang bermerek luar negeri lainnya.
Aliran yang Muncul pada garis Punk.
RASH secara resmi berdiri pada tanggal 1 Januari 1993 oleh para anggota Mayday Crew, sebuah kelompok skinhead sayap kiri yang berlokasi di kawasan kota New York. Kemudian dalam waktu singkat diserukan untuk membangun sebuah jaringan keluar, akhirnya didirikanlah RASH ditempatlain diberbagai negara diseluruh dunia.
Skinhead adalah suatu sub-budaya yang lahir di London, Inggris pada akhir tahun 1960-an. Sekarang Skinhead sudah menyebar ke seluruh belahan bumi. Nama Skinhead merujuk kepada para pengikut budaya ini yang rambutnya dipangkas botak. Sebelum bermulanya era Skinhead, ada golongan remaja yang dipanggil Mods yang menjadi pemula kepada skinheads.
Meskipun Skinhead banyak diasosiasikan dengan kelompok orang-orang yang rasis dan Neo-Nazi, namun Skinhead yang sebenarnya tidaklah Neo-Nazi, karena pada awalnya Skinhead adalah kaum tertindas dari kelas pekerja (utamanya buruh pelabuhan) di London, Inggris. Skinhead juga bisa merujuk kepada kepada kelompok orang (biasanya remaja) yang merupakan fans musik Oi!/streetpunk dan juga punk.
Skinhead merupakan subkultur yang bermula di Inggris pada era ‘60-an, ketika Mods sedang mengharubiru kaum muda Inggris. Mods yang pada awalnya didominasi kaum muda yang berasal dari kalangan menengah ke atas kemudian mewabah dan menyentuh setiap kalangan. Tidak terkecuali kalangan pekerja alias working class. Para pemuda dari kalangan tersebut meskipun harus bekerja keras tiap hari, sebagian malah sebagai buruh kasar atau buruh pelabuhan, namun tetap memiliki cita rasa tinggi dalam memilih life style tertentu. Mereka berusaha mengadaptasi life style yang berkembang dengan pola hidup, selera serta kemampuan dompet.
Maka pada sekitar tahun 1965, dalam dunia Mods dikenal pula istilah Smooth Mods (Peacock Mods) yang terdiri dari kalangan menengah stylish dengan pilihan kostum yang mahal serta Hard Mods (lemonheads, gang mods) yang terdiri dari kaum pekerja dan merupakan cikal bakal dari Skinheads.
Hard mods kemudian baru dikenal sebagai kaum Skinheads sekitar tahun 1968. Generasi pelopor Skinheads tersebut biasanya disebut Trads (Traditional Skinheads) atau Trojan Skinheads, sesuai dengan nama label Trojan Records.
Pakaian
Kaum Trads ini mudah dikenali dari setelan seperti shirt button-up Ben Sherman, polo Fred Perry, Bretel/suspender, celana jeans semi ketat, monkey boots, jaket jeans, jaket Harrington, V neck Sweater dls. Serta yang terpenting adalah potongan rambut yang pendek, berbeda dengan gaya rambut mods pada umumnya. Pilihan akan jenis rambut yang pendek ini lebih disebabkan alasan kepraktisan. Terutama karena sebagian besar lapangan pekerjaan yang tersedia tidak membolehkan pekerja berambut gondrong apalagi bergaya acak tidak beraturan. Selain itu, potongan rambut pendek dianggap sebagai keuntungan sewaktu harus menghadapi kehidupan jalanan yang keras ketika itu. Ada pula yang berpendapat bahwa pilihan berambut pendek merupakan counter terhadap life style kaum hippie yang dianggap mewah dan juga sedang berkembang pada masa tersebut. Lebih jauh lagi, suatu kisah menceritakan bahwa pilihan tersebut berasal dari kaum pekerja pelabuhan, seperti di kota Liverpool, yang memotong pendek rambut mereka untuk menghindari kutu yang banyak terdapat di sekitar pelabuhan.
Musik
Karena Skinhead sendiri pada dasarnya adalah suatu subkultur bukannya sebuah genre atau aliran musik, pilihan musiknya pun bisa beragam.Yang pertama tentunya adalah roots mereka yang berasal dari Mods, para Trads pun pada awalnya sangat terpengaruh musik R&B ala British seperti dari The Who, The Kinks dls. Namun, mereka juga terinspirasi oleh style ala Jamaican Rude Boy yang juga populer di Inggris pada zaman itu. Rude Boy atau rudy merupakan sebutan untuk para imigran Jamaika yang berkulit hitam pencinta dansa dan musik asal mereka.Hasilnya, para Trads pun sangat menggemari musik ska, reggae, rocksteady, bahkan sampai musik soul dls. Maka terkadang, seorang Skinhead pun ikut menikmati alunan dari seorang penyanyi soul seperti Aretha Franklin misalnya.Dari roots tersebut dapat ditelusuri bahwa pada dasarnya Skinhead sama sekali tidak identik dengan rasis. Sebagaimana pendapat awam pada umumnya. Karena mereka pun menikmati kultur dari masyarakat kulit hitam. Bahkan, banyak juga Skinhead yang berkulit hitam dan berwarna kulit lainnya.
Rasisme
Mereka mendapat cap rasis pertama kali ketika beberapa Skinhead terlibat clash beberapa kali dengan imigran Pakistan dan imigran dari Asia Selatan (mereka menyebutnya Paki-Bashing) di Inggris pada era ’60-an. Tindak kekerasan yang biar bagaimanapun tidak bisa dibenarkan tersebut dipicu oleh masalah pekerjaan. Di mana para Skinhead yang merupakan kaum pekerja tersebut merasa lahan pekerjaan mereka semakin sempit terdesak oleh kedatangan imigran yang bersedia dibayar lebih rendah. Label rasis kemudian semakin melekat, salah satunya setelah beberapa Skinhead tergabung dan dihubungkan dalam organisasi white power, National Front yang terbentuk di awal ’70-an. Militansi dan karakter Skinhead yang keras khas kaum pekerja sempat membuat mereka dijadikan alat maupun berbagai kepentingan politik. Termasuk dihubungkan dengan paham Neo Nazi. Meskipun sejarah maupun kenyataan yang ada bisa menunjukkan fakta yang berbeda.Sama dengan nasib Mods leluhurnya, pamor Skinhead sempat meredup di era ’70-an, setelah sebelumnya mencapai puncak popularitas mereka pada tahun 1969.
Mereka kemudian bangkit kembali, bersamaan dengan kelahiran musik punk pada sekitar tahun 1977
Sejarah Musik Reggae | |
Tahun 1968 banyak disebut sebagai tahun kelahiran musik reggae. Sebenarnya tidak ada kejadian khusus yang menjadi penanda awal muasalnya, kecuali peralihan selera musik masyarakat Jamaika dari Ska dan Rocsteady, yang sempat populer di kalangan muda pada paruh awal hingga akhir tahun 1960-an, pada irama musik baru yang bertempo lebih lambat : reggae. Boleh jadi hingar bingar dan tempo cepat Ska dan Rocksteady kurang mengena dengan kondisi sosial dan ekonomi di Jamaika yang sedang penuh tekanan. Kata “reggae” diduga berasal dari pengucapan dalam logat Afrika dari kata “ragged” (gerak kagok–seperti hentak badan pada orang yang menari dengan iringan musik ska atau reggae). Irama musik reggae sendiri dipengaruhi elemen musik R&B yang lahir di New Orleans, Soul, Rock, ritmik Afro-Caribean (Calypso, Merengue, Rhumba) dan musik rakyat Jamaika yang disebut Mento, yang kaya dengan irama Afrika. Irama musik yang banyak dianggap menjadi pendahulu reggae adalah Ska dan Rocksteady, bentuk interpretasi musikal R&B yang berkembang di Jamaika yang sarat dengan pengaruh musik Afro-Amerika. Secara teknis dan musikal banyak eksplorasi yang dilakukan musisi Ska, diantaranya cara mengocok gitar secara terbalik (up-strokes) , memberi tekanan nada pada nada lemah (syncopated) dan ketukan drum multi-ritmik yang kompleks. Teknik para musisi Ska dan Rocsteady dalam memainkan alat musik, banyak ditirukan oleh musisi reggae. Namun tempo musiknya jauh lebih lambat dengan dentum bas dan rhythm guitar lebih menonjol. Karakter vokal biasanya berat dengan pola lagu seperti pepujian (chant), yang dipengaruhi pula irama tetabuhan, cara menyanyi dan mistik dari Rastafari. Tempo musik yang lebih lambat, pada saatnya mendukung penyampaian pesan melalui lirik lagu yang terkait dengan tradisi religi Rastafari dan permasalahan sosial politik humanistik dan universal. Album “Catch A Fire” (1972) yang diluncurkan Bob Marley and The Wailers dengan cepat melambungkan reggae hingga ke luar Jamaika. Kepopuleran reggae di Amerika Serikat ditunjang pula oleh film The Harder They Come (1973) dan dimainkannya irama reggae oleh para pemusik kulit putih seperti Eric Clapton, Paul Simon, Lee ‘Scratch’ Perry dan UB40. Irama reggae pun kemudian mempengaruhi aliran-aliran musik pada dekade setelahnya, sebut saja varian reggae hip hop, reggae rock, blues, dan sebagainya. Jamaika Akar musikal reggae terkait erat dengan tanah yang melahirkannya: Jamaika. Saat ditemukan oleh Columbus pada abad ke-15, Jamaika adalah sebuah pulau yang dihuni oleh suku Indian Arawak. Nama Jamaika sendiri berasal dari kosa kata Arawak “xaymaca” yang berarti “pulau hutan dan air”. Kolonialisme Spanyol dan Inggris pada abad ke-16 memunahkan suku Arawak, yang kemudian digantikan oleh ribuan budak belian berkulit hitam dari daratan Afrika. Budak-budak tersebut dipekerjakan pada industri gula dan perkebunan yang bertebaran di sana. Sejarah kelam penindasan antar manusia pun dimulai dan berlangsung hingga lebih dari dua abad. Baru pada tahun 1838 praktek perbudakan dihapus, yang diikuti pula dengan melesunya perdagangan gula dunia. Di tengah kerja berat dan ancaman penindasan, kaum budak Afrika memelihara keterikatan pada tanah kelahiran mereka dengan mempertahankan tradisi. Mereka mengisahkan kehidupan di Afrika dengan nyanyian (chant) dan bebunyian (drumming) sederhana. Interaksi dengan kaum majikan yang berasal dari Eropa pun membekaskan produk silang budaya yang akhirnya menjadi tradisi folk asli Jamaika. Bila komunitas kulit hitam di Amerika atau Eropa dengan cepat luntur identitas Afrika mereka, sebaliknya komunitas kulit hitam Jamaika masih merasakan kedekatan dengan tanah leluhur. Musik reggae sendiri pada awalnya lahir dari jalanan Getho (perkampungan kaum rastafaria) di Kingson ibu kota Jamaika. Inilah yang menyebabkan gaya rambut gimbal menghiasi para musisi reggae awal dan lirik-lirik lagu reggae sarat dengan muatan ajaran rastafari yakni kebebasan, perdamaian, dan keindahan alam, serta gaya hidup bohemian. Masuknya reggae sebagai salah satu unsur musik dunia yang juga mempengaruhi banyak musisi dunia lainnya, otomatis mengakibatkan aliran musik satu ini menjadi barang konsumsi publik dunia. Maka, gaya rambut gimbal atau dreadlock serta lirik-lirik ‘rasta’ dalam lagunya pun menjadi konsumsi publik. Dalam kata lain, dreadlock dan ajaran rasta telah menjadi produksi pop, menjadi budaya pop, seiring berkembangnya musik reggae sebagai sebuah musik pop. Musik reggae, sebutan rastaman, telah menjadi satu bentuk subkultur baru di negeri ini, di mana dengannya anak muda menentukan dan menggolongkan dirinya. Di sini, musik reggae menjadi penting sebagai sebuah selera, dan rastaman menjadi sebuah identitas komunal kelompok social tertentu. Tinggal bagaimana para pengamat social dan juga para anggota komunitas itu memahami diri dan kultur yang dipilihnya, agar tidak terjadi penafsiran keliru yang berbahaya bagi mereka. Penggunaan ganja adalah salah satu contohnya, di mana reggae tidak identik dengan ganja serta rastafarianisme pun bukanlah sebuah komunitas para penghisap ganja. Sebuah lagu dari “Peter Tosh” (nama aslinya Peter McIntosh), pentolan The Wairles yang akhirnya bersolo karier. Dalam lagu ini, Peter Tosh menyatakan dukungannya dan tuntutannya untuk melegalkan ganja. Karena lagu ini, ia sempat ditangkap dan disiksa polisi Jamaika. Menurut sejarah Jamaica, budak yang membawa drum dari Africa disebut “Burru” yang jadi bagian aransemen lagu yang disebut “talking drums” (drum yang bicara) yang asli dari Africa Barat. “Jonkanoo” adalah musik budaya campuran Afrika, Eropa dan Jamaika yang terdiri dari permainan drum, rattle (alat musik berderik) dan conch tiup. Acara ini muncul saat natal dilengkapi penari topeng. Jonkanoos pada awalnya adalah tarian para petani, yang belakangan baru disadari bahwa sebenarnya mereka berkomunikasi dengan drum dan conch itu. Tahun berikutnya, Calypso dari Trinidad & Tobago datang membawa Samba yang berasal dari Amerika Tengah dan diperkenalkan ke orang - orang Jamaika untuk membentuk sebuah campuran baru yang disebut Mento. Mento sendiri adalah musik sederhana dengan lirik lucu diiringi gitar, banjo, tambourine, shaker, scraper dan rumba atau kotak bass. Bentuk ini kemudian populer pada tahun 20 dan 30an dan merupakan bentuk musik Jamaika pertama yang menarik perhatian seluruh pulaunya. Saat ini Mento masih bisa dinikmati sajian turisme. SKA yang sudah muncul pada tahun 40 - 50an sebenarnya disebutkan oleh History of Jamaican Music, dipengaruhi oleh Swing, Rythym & Blues dari Amrik. SKA sebenarnya adalah suara big band dengan aransemen horn (alat tiup), piano, dan ketukan cepat “bop”. Ska kemudian dengan mudah beralih dan menghasilkan bentuk tarian “skankin” pad awal 60an. Bintang Jamaica awal antara lain Byron Lee and the Dragonaires yang dibentuk pada 1956 yang kemudian dianggap sebagai pencipta “ska”. Perkembangan Ska yang kemudian melambatkan temponya pada pertengahan 60an memunculkan “Rock Steady” yang punta tune bass berat dan dipopulerkan oleh Leroy Sibbles dari group Heptones dan menjadi musik dance Jamaika pertama di 60an. “Reggae & Rasta”Bob Marley tentunya adalah bimtang musik “dunia ketiga” pertama yang jadi penyanyi group Bob Marley & The Wailers dan berhasil memperkenalkan reggae lebih universal. Meskipun demikian, reggae dianggap banyak orang sebagai peninggalan King of Reggae Music, Hon. Robert Nesta Marley. Ditambah lagi dengan hadirnya “The Harder they Come” pada tahun 1973, Reggae tambah dikenal banyak orang. Meninggalnya Bob Marley kemudian memang membawa kesedihan besar buat dunia, namun penerusnya seperti Freddie McGregor, Dennis Brown, Garnett Silk, Marcia Fiffths dan Rita Marley serta beberapa kerabat keluarga Marley bermunculan. Rasta adalah jelas pembentuk musik Reggae yang dijadikan senjata oleh Bob Marley untuk menyebarkan Rasta keseluruh dunia. Musik yang luar biasa ini tumbuh dari ska yang menjadi elemen style American R&B dan Carribean. Beberapa pendapat menyatakan juga ada pengaruh : folk music, musik gereja Pocomania, Band jonkanoo, upacara - upacara petani, lagu kerja tanam, dan bentuk mento. Nyahbingi adalah bentuk musik paling alami yang sering dimainkan pada saat pertemuan - pertemuan Rasta, menggunakan 3 drum tangan (bass, funde dan repeater : contoh ada di Mystic Revelation of Rastafari). Akar reggae sendiri selalu menyelami tema penderitaan buruh paksa (ghetto dweller), budak di Babylon, Haile Selassie (semacam manusia dewa) dan harapan kembalinya Afrika. Setelah Jamaica merdeka 1962, buruknya perkembangan pemerintahan dan pergerakan Black Power di US kemudian mendorong bangkitnya Rasta. Berbagai kejadian monumentalpun terjadi seiring perkembangan ini. “Apa sih Reggae”Reggae sendiri adalah kombinasi dari iringan tradisional Afrika, Amerika dan Blues serta folk (lagu rakyat) Jamaika. Gaya sintesis ini jelas menunjukkan keaslian Jamaika dan memasukkan ketukan putus - putus tersendiri, strumming gitar ke arah atas, pola vokal yang ‘berkotbah’ dan lirik yang masih seputar tradisi religius Rastafari. Meski banyak keuntungan komersial yang sudah didapat dari reggae, Babylon (Jamaika), pemerintah yang ketat seringkali dianggap membatasi gerak namun bukan aspek politis Rastafarinya. “Reg-ay” bisa dibilang muncul dari anggapan bahwa reggae adalah style musik Jamaika yang berdasar musik soul Amerika namun dengan ritem yang ‘dibalik’ dan jalinan bass yang menonjol. Tema yang diangkat emang sering sekitar Rastafari, protes politik, dan rudie (pahlawan hooligan). Bentuk yang ada sebelumnya (ska & rocksteady) kelihatan lebih kuat pengaruh musik Afrika - Amerika-nya walaupun permainan gitarnya juga mengisi ‘lubang - lubang’ iringan yang kosong serta drum yang kompleks. Di Reggae kontemporer, permainan drum diambil dari ritual Rastafarian yang cenderung mistis dan sakral, karena itu temponya akan lebih kalem dan bertitik berat pada masalah sosial, politik serta pesan manusiawi. “Tidak asli Jamaika” Reggae memang adalah musik unik bagi Jamaika, ironisnya akarnya berasal dari New Orleans R&B. Nenek moyang terdekatnya, ska berasal berasal dari New Orleans R&B yang didengar para musisi Jamaika dari siaran radio Amrik lewat radio transistor mereka. Dengan berpedoman pada iringan gitar pas - pasan dan putus - putusadalah interprestasi mereka akan R&B dan mampu jadi populer di tahun 60an. Selanjutnya semasa musim panas yang terik, merekapun kepanasan kalo musti mainin ska plus tarinya, hasilnya lagunya diperlambat dan lahirlah Reggae. Sejak itu, Reggae terbukti bisa jadi sekuat Blues dan memiliki kekuatan interprestasi yang juga bisa meminjam dari Rocksteady (dulu) dan bahkan musik Rock (sekarang). Musik Afrika pada dasarnya ada di kehidupan sehari-hari, baik itu di jalan, bus, tempat umum, tempat kerja ato rumah yang jadi semacam semangat saat kondisi sulit dan mampu memberikan kekuatan dan pesan tersendiri. Hasilnya, Reggae musik bukan cuma memberikan relaksasi, tapi juga membawa pesan cinta, damai, kesatuan dan keseimbangan serta mampu mengendurkan ketegangan. “It’s Influences” Saat rekaman Jamaika telah tersebar ke seluruh dunia, sulit rasanya menyebutkan berapa banyak genre musik popular sebesar Reggae selama dua dekade. Hits - hits Reggae bahkan kemudian telah dikuasai oleh bintang Rock asli mulai Eric Clapton sampai Stones hingga Clash dan Fugees. Disamping itu, Reggae juga dianggap banyak mempengaruhi pesona tari dunia tersendiri. Budaya ‘Dancehall’ Jamaika yang menonjol plus sound system megawatt, rekaman yang eksklusif, iringan drum dan bass, dan lantunan rap dengan iringannya telah menjadi budaya tari dan tampilan yang luar biasa.Inovasi Reggae lainnya adalah Dub remix yang sudah diasimilasi menjadi musik populer lainnya lebih luas lagi. 4) UNDERGROUND Pada awal tahun 1990an, musik metal(underground) di indonesia mulai memasuki jajaran anak muda atau mulai diminati para anak muda. Dengan masuknya aliran tersebut, kini di indonesia mulai terdapat berbagai aliran musik, terutama musik metal atau yang lebih di kenal dengan musik”underground”. Kini para anak muda cenderung lebih dari 50% menggeluti atau mengikuti aliran musik tersebut. Terbukti bukan hanya kaum adam saja yang senang dengan aliran tersebut, kaum hawa juga mengikuti aliran musik tersebut, itu terbukti denngan adanya salah satu band metal yang beranggotakan atau mempunyai personil wanita , band ini sudah cukup lama bekecimpung di aliran tersebut.” INNERBEAUTY” band asal jakarta ini sudah sering mengisi acara-acara musik cadas atau keras.. Bekasi, kota pertama kali band tersebut unjuk gigi atau konser, mereka memulai debut karier mereka pada tahun 1993, Dengan mempunyai beberapa album, band tersebut mulai di kenal oleh rocker-rocker di beberapa kota di INDONESIA. SCENE BANDUNG Di Bandung sekitar awal 1994 terdapat studio musik legendaris yang menjadi Band-band yang sempat dibesarkan oleh komunitas Reverse ini antara lain PAS dan Puppen. PAS sendiri di tahun 1993 menorehkan sejarah sebagai band Indonesia yang pertama kali merilis album secara independen. Mini album mereka yang bertitel “Four Through The S.A.P” ludes terjual 5000 kaset dalam waktu yang cukup singkat. Mastermind yang melahirkan ide merilis album PAS secara independen tersebut adalah (alm) Samuel Marudut. Ia adalah Music Director Radio GMR, sebuah stasiun radio rock pertama di Indonesia yang kerap memutar demo-demo rekaman band-band rock amatir asal Bandung, Jakarta dan sekitarnya. Tragisnya, di awal 1995 Marudut ditemukan tewas tak bernyawa di kediaman Krisna Sucker Head di Jakarta. Yang mengejutkan, kematiannya ini, menurut Krisna, diiringi lagu The End dari album Best of The Doors yang diputarnya pada tape di kamar Krisna. Sementara itu Puppen yang dibentuk pada tahun 1992 adalah salah satu pionir hardcore lokal yang hingga akhir hayatnya di tahun 2002 sempat merilis tiga album yaitu, Not A Pup E.P. (1995), MK II (1998) dan Puppen s/t (2000). Kemudian menyusul Pure Saturday dengan albumnya yang self-titled. Album ini kemudian dibantu promosinya oleh Majalah Hai. Kubik juga mengalami hal yang sama, dengan cara bonus kaset 3 lagu sebelum rilis albumnya. Agak ke timur, masih di Bandung juga, kita akan menemukan sebuah komunitas yang menjadi episentrum underground metal di sana, komunitas Ujung Berung. Dulunya di daerah ini sempat berdiri Studio Palapa yang banyak berjasa membesarkan band-band underground cadas macam Jasad, Forgotten, Sacrilegious, Sonic Torment, Morbus Corpse, Tympanic Membrane, Infamy, Burger Kill dan sebagainya. Di sinilah kemudian pada awal 1995 terbit fanzine musik pertama di Indonesia yang bernama Revograms Zine. Editornya Dinan, adalah vokalis band Sonic Torment yang memiliki single unik berjudul “Golok Berbicara”. Revograms Zine tercatat sempat tiga kali terbit dan kesemua materi isinya membahas band-band metal/hardcore lokal maupun internasional. Kemudian taklama kemudian fanzine indie seperti Swirl, Tigabelas, Membakar Batas dan yang lainnya ikut meramaikan media indie. Ripple dan Trolley muncul sebagai majalah yang membahas kecenderungan subkultur Bandung dan jug lifestylenya. Trolley bangkrut tahun 2002, sementara Ripple berubah dari pocket magazine ke format majalah standar. Sementara fanzine yang umumnya fotokopian hingga kini masih terus eksis. Serunya di Bandung tak hanya musik ekstrim yang maju tapi juga scene indie popnya. Sejak Pure Saturday muncul, berbagai band indie pop atau alternatif, seperti Cherry Bombshell, Sieve, Nasi Putih hingga yang terkini seperti The Milo, Mocca, Homogenic. Begitu pula scene ska yang sebenarnya sudah ada jauh sebelum trend ska besar. Band seperti Noin Bullet dan Agent Skins sudah lama mengusung genre musik ini. Siapapun yang pernah menyaksikan konser rock underground di Bandung pasti takkan melupakan GOR Saparua yang terkenal hingga ke berbagai pelosok tanah air. Bagi band-band indie, venue ini laksana gedung keramat yang penuh daya magis. Band luar Bandung manapun kalau belum di `baptis’ di sini belum afdhal rasanya. Artefak subkultur bawah tanah Bandung paling legendaris ini adalah saksi bisu digelarnya beberapa rock show fenomenal seperti Hullabaloo, Bandung Berisik hingga Bandung Underground. Jumlah penonton setiap acara-acara di atas tergolong spektakuler, antara 5000 – 7000 penonton! Tiket masuknya saja sampai diperjualbelikan dengan harga fantastis segala oleh para calo. Mungkin ini merupakan rekor tersendiri yang belum terpecahkan hingga saat ini di Indonesia untuk ukuran rock show underground. Sempat dijuluki sebagai barometer rock underground di Indonesia, Bandung memang merupakan kota yang menawarkan sejuta gagasan-gagasan cerdas bagi kemajuan scene nasional. Booming distro yang melanda seluruh Indonesia saat ini juga dipelopori oleh kota ini. Keberhasilan menjual album indie hingga puluhan ribu keping yang dialami band Mocca juga berawal dari kota ini. Bahkan Burger Kill, band hardcore Indonesia yang pertama kali teken kontrak dengan major label, Sony Music Indonesia, juga dibesarkan di kota ini. Belum lagi majalah Trolley (RIP) dan Ripple yang seakan menjadi reinkarnasi Aktuil di jaman sekarang, tetap loyal memberikan porsi terbesar liputannya bagi band-band indie lokal keren macam Koil, Kubik, Balcony, The Bahamas, Blind To See, Rocket Rockers, The Milo, Teenage Death Star, Komunal hingga The S.I.G.I.T. Coba cek webzine Bandung, seperti Bandung magazine tentu saja (www.bandungmagazine.com) Death Rock Star (www.deathrockstar.info) untuk membuktikannya. Asli, kota yang satu ini memang nggak ada matinya! Scene Jogjakarta Kota pelajar adalah julukan formalnya, tapi siapa sangka kalau kota ini ternyata juga menjadi salah satu scene rock underground terkuat di Indonesia? Well, mari kita telusuri sedikit sejarahnya. Komunitas metal underground Jogjakarta salah satunya adalah Jogja Corpsegrinder. Komunitas ini sempat menerbitkan fanzine metal Human Waste, majalah Megaton dan menggelar acara metal legendaris di sana, Jogja Brebeg. Hingga kini acara tersebut sudah terselenggara sepuluh kali! Band-band metal underground lawas dari kota ini antara lain Death Vomit, Mortal Scream, Impurity, Brutal Corpse, Mystis, Ruction. Untuk scene punk/hardcore/industrial-nya yang bangkit sekitar awal 1997 tersebutlah nama Sabotage, Something Wrong, Noise For Violence, Black Boots, DOM 65, Teknoshit hingga yang paling terkini, Endank Soekamti. Sedangkan untuk scene indie rock/pop, beberapa nama yang patut di highlight adalah Seek Six Sick, Bangkutaman, Strawberry?s Pop sampai The Monophones. Selain itu, band ska paling keren yang pernah terlahir di Indonesia, Shaggy Dog, juga berasal dari kota ini. Shaggy Dog yang kini dikontrak EMI belakangan malah sedang asyik menggelar tur konser keliling Eropa selama 3 bulan! Kota gudeg ini tercatat juga pernah menggelar Parkinsound, sebuah festival musik elektronik yang pertama di Indonesia. Parkinsound #3 yang diselenggarakan tanggal 6 Juli 2001 silam di antaranya menampilkan Garden Of The Blind, Mock Me Not, Teknoshit, Fucktory, Melancholic Bitch hingga Scene Surabaya Scene underground rock di Surabaya bermula dengan semakin tumbuh-berkembangnya band-band independen beraliran death metal/grindcore sekitar pertengahan tahun 1995. Sejarah terbentuknya berawal dari event Surabaya Expo (semacam Jakarta Fair di DKI - Red) dimana band- band underground metal seperti, Slowdeath, Torture, Dry, Venduzor, Bushido manggung di sebuah acara musik di event tersebut. Setelah event itu masing-masing band tersebut kemudian sepakat untuk mendirikan sebuah organisasi yang bernama Independen. Base camp dari organisasi yang tujuan dibentuknya sebagai wadah pemersatu serta sarana sosialisasi informasi antar musisi/band underground metal ini waktu itu dipusatkan di daerah Ngagel Mulyo atau tepatnya di studio milik band Retri Beauty (band death metal dengan semua personelnya cewek, kini RIP - Red). Anggota dari organisasi yang merupakan cikal bakal terbentuknya scene underground metal di Surabaya ini memang sengaja dibatasi hanya sekitar 7-10 band saja. Rencana pertama Independen waktu itu adalah menggelar konser underground rock di Taman Remaja, namun rencana ini ternyata gagal karena kesibukan melakukan konsolidasi di dalam scene. Setelah semakin jelas dan mulai berkembangnya scene underground metal di Surabaya pada akhir bulan Desember 1997 organisasi Independen resmi dibubarkan. Upaya ini dilakukan demi memperluas jaringan agar semakin tidak tersekat-sekat atau menjadi terkotak-kotak komunitasnya. Pada masa-masa terakhir sebelum bubarnya organisasi Independen, divisi record label mereka tercatat sempat merilis beberapa buah album milik band-band death metal/grindcore Surabaya. Misalnya debut album milik Slowdeath yang bertitel ?From Mindless Enthusiasm to Sordid Self-Destruction? (September 96), debut album Dry berjudul ?Under The Veil of Religion? (97), Brutal Torture ?Carnal Abuse?, Wafat ?Cemetery of Celerage? hingga debut album milik Fear Inside Sebagai ganti Independen kemudian dibentuklah Surabaya Underground Society (S.U.S) tepat di malam tahun baru 1997 di kampus Universitas 45, saat diselenggarakannya event AMUK I. Saat itu di Surabaya juga telah banyak bermunculan band-band baru dengan aliran musik black metal. Salah satu band death metal lama yaitu, Dry kemudian berpindah konsep musik seiring dengan derasnya pengaruh musik black metal di Surabaya kala itu. Hanya bertahan kurang lebih beberapa bulan saja, S.U.S di tahun yang sama dilanda perpecahan di dalamnya. Band-band yang beraliran black metal kemudian berpisah untuk membentuk sebuah wadah baru bernama ARMY OF DARKNESS yang memiliki basis lokasi di daerah Karang Rejo. Berbeda dengan black metal, band-band death metal selanjutnya memutuskan tidak ikut membentuk organisasi baru. Selanjutnya di bulan September 1997 digelar event AMUK II di IKIP Surabaya. Event ini kemudian mencatat sejarah sendiri sebagai event paling sukses di Surabaya kala itu. 25 band death metal dan black metal tampil sejak pagi hingga sore hari dan ditonton oleh kurang lebih 800 ? 1000 orang. Arwah, band black metal asal Bekasi juga turut tampil di even tersebut sebagai band undangan. Scene ekstrem metal di Surabaya pada masa itu lebih banyak didominasi oleh band-band black metal dibandingkan band death metal/grindcore. Mereka juga lebih intens dalam menggelar event-event musik black metal karena banyaknya jumlah band black metal yang muncul. Tercatat kemudian event black metal yang sukses digelar di Surabaya seperti ARMY OF DARKNESS I dan II. Tepat tanggal 1 Juni 1997 dibentuklah komunitas underground INFERNO 178 yang markasnya terletak di daerah Dharma Husada (Jl. Prof. DR. Moestopo,Red). Di tempat yang agak mirip dengan rumah-toko (Ruko) ini tercatat ada beberapa divisi usaha yaitu, distro, studio musik, indie label, fanzine, warnet dan event organizer untuk acara-acara underground di Surabaya. Event-event yang pernah di gelar oleh INFERNO 178 antara lain adalah, STOP THE MADNESS, TEGANGAN TINGGI I & II hingga BLUEKHUTUQ LIVE. Band-band underground rock yang kini bernaung di bawah bendera INFERNO 178 antara lain, Slowdeath, The Sinners, Severe Carnage, System Sucks, Freecell, Bluekuthuq dan sebagainya. Fanzine metal asal komunitas INFERNO 178, Surabaya bernama POST MANGLED pertama kali terbit kala itu di event TEGANGAN TINGGI I di kampus Unair dengan tampilnya band-band punk rock dan metal. Acara ini tergolong kurang sukses karena pada waktu yang bersamaan juga digelar sebuah event black metal. Sayangnya, hal ini juga diikuti dengan mandegnya proses penggarapan POST MANGLED Zine yang tidak kunjung mengeluarkan edisinya yang terbaru hingga kini. Maka, untuk mengantisipasi terjadinya stagnansi atau kesenjangan informasi di dalam scene, lahirlah kemudian GARIS KERAS Newsletter yang terbit pertama kali bulan Februari 1999. Newsletter dengan format fotokopian yang memiliki jumlah 4 halaman itu banyak mengulas berbagai aktivitas musik underground metal, punk hingga HC tak hanya di Surabaya saja tetapi lebih luas lagi. Respon positif pun menurut mereka lebih banyak datang justeru dari luar kota Surabaya itu sendiri. Entah mengapa, menurut mereka publik underground rock di Surabaya kurang apresiatif dan minim dukungannya terhadap publikasi independen macam fanzine atau newsletter tersebut. Hingga akhir hayatnya GARIS KERAS Newsletter telah menerbitkan edisinya hingga ke- 12. Divisi indie label dari INFERNO 178 paling tidak hingga sekitar 10 rilisan album masih tetap menggunakan nama Independen sebagai nama label mereka. Baru memasuki tahun 2000 yang lalu label INFERNO 178 Productions resmi memproduksi album band punk tertua di Surabaya, The Sinners yang berjudul ?Ajang Kebencian?. Selanjutnya label Scene Malang Kota berhawa dingin yang ditempuh sekitar tiga jam perjalanan dari Surabaya ini ternyata memiliki scene rock underground yang ?panas? sejak awal dekade 90-an. Tersebutlah nama Total Suffer Community(T.S.C) yang menjadi motor penggerak bagi kebangkitan komunitas rock underground di Malang sejak awal 1995. Anggota komunitas ini terdiri dari berbagai macam musisi lintas-scene, namun dominasinya tetap Beberapa band Malang lainnya yang patut di beri kredit antara lain Keramat, Perish, Genital Giblets, Santhet dan tentunya Rotten Corpse. Band yang terakhir disebut malah menjadi pelopor style brutal death metal di Indonesia. Album debut mereka yang Scene Bali Berbicara scene underground di Bali kembali kita akan menemukan komunitas metal sebagai pelopornya. Penggerak awalnya adalah komunitas 1921 Bali Corpsegrinder di Denpasar. Ikut eksis di dalamnya antara lain, Dede Suhita, Putra Pande, Age Grindcorner dan Sabdo Moelyo. Dede adalah editor majalah metal Megaton yang terbit di Awal 1996 komunitas ini pecah dan masing-masing individunya jalan sendiri-sendiri. Moel bersama EM Enterprise pada tanggal 20 Oktober 1996 menggelar konser underground besar pertama di Bali bernama Total Uyut di GOR Ngurah Rai, Denpasar. Band-band Bali yang tampil diantaranya Eternal Madness, Superman Is Dead, Pokoke, Lithium, Triple Punk, Phobia, Asmodius hingga Death Chorus. Sementara band- band luar Balinya adalah Grausig, Betrayer (Jakarta), Jasad, Dajjal, Sacrilegious, Total Riot (Bandung) dan Death Vomit (Jogjakarta). Konser ini sukses menyedot sekitar 2000 orang penonton dan hingga sekarang menjadi festival rock underground tahunan di sana. Salah satu Memasuki era 2000-an scene indie Bali semakin menggeliat. Kesuksesan S.I.D memberi inspirasi bagi band-band Bali lainnya untuk berusaha lebih keras lagi, toh S.I.D secara konkret sudah membuktikan kalau band `putera daerah? pun sanggup menaklukan kejamnya industri musik ibukota. Untuk mendukung band-band Bali, drummer S.I.D, Jerinx dan beberapa kawannya kemudian membuka The Maximmum Rock N? Roll Monarchy (The Max), sebuah pub musik yang berada di jalan Poppies, Kuta. Seringkali diadakan acara rock reguler di tempat ini. Indie Indonesia Era 2000-an Bagaimana pergerakan scene musik independen Indonesia era 2000-an? Kehadiran teknologi internet dan e-mail jelas memberikan kontribusi besar bagi perkembangan scene ini. Akses informasi dan komunikasi yang terbuka lebar membuat jaringan (networking) antar komunitas ini semakin luas di Indonesia. Band-band dan komunitas-komunitas baru banyak bermunculan dengan menawarkan style musik yang lebih beragam. Trend indie label berlomba-lomba merilis album band-band lokal juga menggembirakan, minimal ini adalah upaya pendokumentasian sejarah yang berguna puluhan tahun ke depan. Yang menarik sekarang adalah dominasi penggunaan idiom `indie? dan bukan underground untuk mendefinisikan sebuah scene musik non- mainstream lokal. Sempat terjadi polemik dan perdebatan klasikmengenai istilah `indie atau underground? ini di tanah air. Sebagian orang memandang istilah `underground? semakin bias karena kenyataannya kian hari semakin banyak band-band underground yang `sell-out?, entah itu dikontrak major label, mengubah style musik demi kepentingan bisnis atau laris manis menjual album hingga puluhan ribu keping. Sementara sebagian lagi lebih senang menggunakan idiom indie karena lebih `elastis? dan misalnya, lebih friendly bagi band-band yang memang tidak memainkan style musik ekstrem. Walaupun terkesan lebih kompromis, istilah indie ini belakangan juga semakin sering digunakan oleh media massa nasional, jauh Ditengah serunya perdebatan indie/underground, major label atau indie label, ratusan band baru terlahir, puluhan indie label ramai- ramai merilis album, ribuan distro/clothing shop dibuka di seluruh Indonesia. Infrastruktur scene musik non-mainstream ini pun kian established dari hari ke hari. Mereka seakan tidak peduli lagi dengan polarisasi indie-major label yang makin tidak substansial. Bermain musik sebebas mungkin sembari bersenang-senang lebih menjadi `panglima? sekarang ini. 5.) RAP (Komunitas Perlawanan) SEJARAH RAP DARI AFRIKA, JAMAIKA, AMERIKA 6) ROCK (Blackmetal, Deathmetal,Gothic,Heavymetal,Trashmetal dll) Embrio kelahiran scene musik rock underground di Indonesia sulit dilepaskan dari evolusi rocker-rocker pionir era 70-an sebagai pendahulunya. Sebut saja misalnya God Bless, Gang Pegangsaan, Gypsy(Jakarta), Giant Step, Super Kid (Bandung), Terncem (Solo), AKA/SAS (Surabaya), Bentoel (Malang) hingga Rawe Rontek dari Banten. Mereka inilah generasi pertama rocker Indonesia. Istilah underground sendiri sebenarnya sudah digunakan Majalah Aktuil sejak awal era 70- an. Istilah tersebut digunakan majalah musik dan gaya hidup pionir asal Bandung itu untuk mengidentifikasi band-band yang memainkan musik keras dengan gaya yang lebih `liar’ dan `ekstrem’ untuk ukuran jamannya. Padahal kalau mau jujur, lagu-lagu yang dimainkan band- band tersebut di atas bukanlah lagu karya mereka sendiri, melainkan milik band-band luar negeri macam Deep Purple, Jefferson Airplane, Black Sabbath, Genesis, Led Zeppelin, Kansas, Rolling Stones hingga ELP. Tradisi yang kontraproduktif ini kemudian mencatat sejarah |
JUMAT, 2009 FEBRUARI 20
MUSIK KEPRUXS
SENI FOTO DALAM VESPA
Ernesto Guevara Lynch de La Serna (Rosario, Argentina, 14 Juni 1928 - Bolivia, 9 Oktober 1967) adalah pejuang revolusi Marxis Argentina dan seorang pemimpin gerilyaKuba.
Guevara dilahirkan di Rosario, Argentina, dari keluarga berdarah campuran Irlandia,Basque dan Spanyol. Tanggal lahir yang ditulis pada akta kelahirannya yakni 14 Juni 1928, namun yang sebenarnya adalah 14 Mei 1928.
Dia menjadi pembicara berskala internasional untuk revolusi, secara aktif membantu gerakan revolusioner di Afrika, Asia dan Amerika Latin. Dia beberapa kali mengunjungi Uni Soviet, tapi tanpa takut mempublikasikan kritiknya tentang pemerintahannya (Uni Sovyet, pent) yang birokratis. Besarnya komitmen Che terhadap Internasionalisme sangat jelas didemonstrasikan tahun 1965, ketika dia secara tegas mengundurkan diri dari pemerintahan dan pergi untuk membantu gerakan revolusioner baru secara pribadi, pertama di Kongo dan kemudian di Bolivia. Saat berada di Bolivia tahun 1967, Che ditangkap CIA yang membekingi tentara Bolivia dan membunuhnya di usia 39 tahun. Tapi saat ini namanya dan reputasinya tertanam dengan kuat, dan wajahnya muncul dalam bendera-bendera, plakat, dan muncul sebagai personifikasi revolusi di dunia.
2) IWAN FALS
Lewat lagu-lagunya, ia 'memotret' suasana sosial kehidupan Indonesia (terutama Jakarta) di akhir tahun 1970-an hingga sekarang. Kritik atas perilaku sekelompok orang (seperti Wakil Rakyat, Tante Lisa), empati bagi kelompok marginal (misalnya Siang Seberang Istana,Lonteku), atau bencana besar yang melanda Indonesia (atau kadang-kadang di luar Indonesia, seperti Ethiopia) mendominasi tema lagu-lagu yang dibawakannya. Iwan Fals tidak hanya menyanyikan lagu ciptaannya tetapi juga sejumlah pencipta lain.
Iwan yang juga sempat aktif di kegiatan olahraga, pernah meraih gelar Juara II Karate Tingkat Nasional, Juara IV Karate Tingkat Nasional 1989, sempat masuk pelatnas dan melatih karate di kampusnya, STP (Sekolah Tinggi Publisistik). Iwan juga sempat menjadi kolumnis di beberapa tabloid olah raga.
3) GOMBLOH
Gombloh adalah pencipta lagu balada sejati. Kerja samanya dengan Leo Kristi dan Franky Sahilatua di kelompok "Lemon Trees" membuatnya dekat dengan gaya orchestral rock.
Kehidupan sehari-hari rakyat kecil banyak digambarkan dalam lagu-lagunya, seperti Doa Seorang Pelacur, Kilang-Kilang, Poligami Poligami, Nyanyi Anak Seorang Pencuri,Selamat Pagi Kotaku. Sebagaimana penyanyi balada semasanya, seperti Iwan Fals dan Ebiet G. Ade, Gombloh juga tergerak menulis lagu tentang (kerusakan) alam. Lagu-lagu cintanya cenderung "nyeleneh", sama seperti karya Iwan Fals atau Doel Sumbang, misalnya Lepen("got" dalam bahasa Jawa, tetapi di sini adalah singkatan dari "lelucon pendek").
Namun ciri khasnya adalah dari lagu-lagu ciptaannya yang bertema nasionalis, seperti Dewa Ruci, Gugur Bunga, Gaung Mojokerto-Surabaya, Indonesia Kami, Indonesiaku, Indonesiamu, Pesan Buat Negeriku, dan BK, lagu yang bertutur tentang Bung Karno, sang proklamator. Lagunya Kebyar Kebyar banyak dinyanyikan di masa perjuangan menuntutReformasi.
4) SUKARNO
Sukarno (6 Jun 1901 - 21 Jun 1970) adalah Presiden Indonesia yang pertama (dari 1945 ke 1967). Beliau memainkan peranan penting dalam membantu negaranya mencapai kemerdekaan daripada Belanda.
Sukarno juga dikenali sebagai Ahmed Sukarno atau Soekarno. Rakyat Indonesia sering menggelarnya Bung Karno.
Sukarno dilahirkan di Surabaya dalam sebuah keluarga bangsawan (ayahnya berasal daripada Jawa dan ibunya daripada Bali). Beliau menerima pendidikan awal dari sebuah sekolah berbahasa Belanda. Apabila Sukarno berada di peringkat sekolah menengah beliau bertemu dengan Tjokroaminoto, seorang teman yang akan menjadi nasionalis Indonesia pada masa akan datang. Pada tahun 1921, Sukarno melanjutkan pelajarannya di ‘’Technische Hoogeschool’’ di Bandung.
5) BOB MARLEY
6) SUDIRMAN
Jenderal Sudirman merupakan salah satu tokoh besar di antara sedikit orang lainnya yang pernah dilahirkan oleh suatu revolusi. Saat usianya masih 31 tahun ia sudah menjadi seorang jenderal. Meski menderita sakit paru-paru yang parah, ia tetap bergerilya melawan Belanda. Ia berlatarbelakang seorang guru HIS Muhammadiyah di Cilacap dan giat di kepanduan Hizbul Wathan.
Ketika pendudukan Jepang, ia masuk tentara Pembela Tanah Air (Peta) di Bogor yang begitu tamat pendidikan, langsung menjadi Komandan Batalyon di Kroya. Menjadi Panglima Divisi V/Banyumas sesudah TKR terbentuk, dan akhirnya terpilih menjadi Panglima Angkatan Perang Republik Indonesia (Panglima TNI). Ia merupakan Pahlawan Pembela Kemerdekaan yang tidak perduli pada keadaan dirinya sendiri demi mempertahankan Republik Indonesia yang dicintainya. Ia tercatat sebagai Panglima sekaligus Jenderal pertama dan termuda Republik ini.
7) MOHAMMAD GHANDIEGandhi Menjelang akhir Januari 1948, ia ditembak mati Nathuram Godse, seorang penganut aliran ”nasionalis” Hindu. Bagi orang macam Godse, Gandhi praktis berkhianat. Sang Mahatma berkampanye untuk mengingatkan pemerintah India agar memenuhi janji kepada pemerintah Pakistan, yakni menyerahkan aset yang telah disepakati merupakan bagian negeri itu.
Gandhi—yang sebenarnya menentang ide perpisahan bekas koloni Inggris itu jadi ”India” dan ”Pakistan”—mengimbau Republik India agar ingat akan kewajiban moral dan kehormatan diri. Di balik itu kita bisa dengar pengertian yang sayup tentang keadilan. Tapi bagi orang macam Godse, dengan rasa terluka dan marah kepada orang Islam yang telah mendirikan sebuah negeri yang terpisah, Gandhi terlampau lunak terhadap ”musuh”. Ia jadi suara yang mengganggu.
8) MUNIRMunir, SH yang juga pendiri Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) meninggal dunia di dalam Pesawat Garuda nomor penerbangan GA-974 dari Jakarta tujuan Amsterdam, Belanda, via Singapura. Munir berangkat ke Belanda untuk menghadiri seminar dan sekaligus mengurus bea siswa yang diterimanya dari Inggris (British Achievening Awards).
9) CHAIRIL ANWAR
Chairil Anwar (lahir di Medan, Sumatera Utara, 26 Juli 1922 – wafat di Jakarta, 28 April1949 pada umur 26 tahun) atau dikenal sebagai "Si Binatang Jalang" (dalam karyanya berjudul Aku [1]) adalah penyair terkemuka Indonesia. Bersama Asrul Sani dan Rivai Apin, ia dinobatkan oleh H.B. Jassin sebagai pelopor Angkatan '45 dan puisi modern Indonesia.